Nyerah Menggunakan Gnome Shell

Setelah hampir lebih setahun, akhirnya aku memutuskan untuk berhenti menggunakan Gnome Shell.

Awalnya aku menggunakan Gnome Shell karena ingin mencoba menggunakan Ubuntu Desktop. Saat itu masih versi 24.04 LTS. Gnome bisa dikatakan lingkungan desktop yang dijadikan prioritas dibanding KDE, Xfce, dan yang lainnya. Biarpun sedikit boros, aku tetap bertahan cukup lama mengotak-atik desktop environment yang satu ini.

Bulan lalu, versi terbaru dari Ubuntu keluar dan aku pun memutuskan untuk meng-upgrade ke versi 24.10. Dibandingkan proses upgrade sebelumnya, untuk versi ini tidak ada masalah sama sekali. Bahkan daftar paket yang terpasang tidak banyak yang mismatch seperti sebelumnya.

Ada salah satu fitur yang sedikit menjengkelkan menggunakan Gnome Shell yaitu tidak bisa mengganti tema. Tema yang bisa diganti itu hanya terang, gelap, dan warna accent. Tidak ada opsi untuk mengubah secara keseluruhan kecuali kalian menggunakan aplikasi legacy.

Di versi terbaru ini, tema bawaan Gnome ini semakin membuat tidak nyaman. Apalagi aku menggunakan beberapa aplikasi dari Flatpak. Temanya tidak seragam. Karena alasannya ini, aku pun memutuskan untuk membuang Gnome Shell dan beralih ke Xfce. Bahkan aplikasi dari Flatpak pun ikut kubuang dan memasang secara manual jika tersedia.

Begitu memasang Xfce, kembali dikejutkan karena minimnya penggunaan memori.

Connect with me:

Comments

Spammy comment will be deleted. Markdown syntax is supported.